Jumlah Pengunjung

Monday, March 24, 2014

Teori Terjadinya Penyakit

1.  Teori Hipocrates
Teori Hipocrates menyatakan bahwa sebuah penyakit terjadi karena faktor lingkungan seperti udara, tanah, cuaca dan air. Bapak kedokteran dunia, Hipocrates (460-377 SM), berhasil membebaskan hambatan filosofis yang bersifat spekulatif superstitif (tahayul) dalam mengartikan terjadinya penyakit pada zamannya. Hipocrates menyebutkan 2 teori asal terjadinya penyakit yaitu, pertama, penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup, dan kedua, penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal seseorang. Kedua teori tersebut termuat dalam bukunya yang berjudul “On Airs, Water and Places”.
Hipocrates merupakan orang yang sama sekali tidak mempercayai hal-hal yang berbau tahayul, ia meyakini bahwa penyakit terjadi karena proses alamiah belaka. Ia juga mengatakan bahwa masalah lingkungan dan perilaku penduduk dapat mempengaruhi tersebarnya penyakit pada masyarakat.

2.  Teori Contangion
Teori ini adalah teori yang paling sederhana, bahwa panyakit berasal dari kontak langsung antar penyakit seperti penyakit cacar dan herpes. Kontak langsung ini dapat berupa lewat media kulit (panu), melalui jarak jauh (udara/bersin), bersinggunangan dengan penyakitnya dan zat penular lainnya (kontangion).
Konsep teori contangion dicetuskan oleh Girolamo Fracastoro (1483-1553) yang mengatakan bahwa penyakit ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui zat penular (transference) yang disebut kontangion. Girolamo membedakan 3 macam kontangion, yaitu pertama, jenis kontangion yang dapat menular melalui kontak langsung (bersentuhan, berciuman, hubungan seksual), kedua, jenis kontangion yang menular melalui benda-benda perantara (benda tersebut tidak tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang lain) misalnya melalui pakaian, handuk dan sapu tangan, ketiga, jenis kontangion yang dapat menularkan dengan jarak jauh.

3.  Teori Miasma (Miasmatic Theory)
Timbulnya penyakit adalah berasal dari uap sisa hasil pembusukan makhluk hidup, barang yang membusuk atau dari buangan limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara dan dipercaya sebagai mengambil bagian dalam proses penyebaran penyakit. Konsep ini muncul pada sekitar abad 18-19.
Waktu itu, ada kepercayaan bahwa bila seseorang menghirup miasma, maka ia akan terkena penyakit. Pencegahannya dapat dilakukan dengan menutup rumah rapat-rapat terutama di malam hari, karena orang percaya udara malam cenderung mengandung miasma. Kemudian, kebersihan juga dianggap hal penting untuk dapat mencegah/menghindari miasma tersebut. Saat ini cara sanitasi yang dilakukan sangat efektif mengurangi tingkat kematian.

4.  Teori Kuman (Germ Theory)
Teori ini menyatakan bahwa penyebab penyakit adalah berasal dari kuma. Para ilmuan saat itu diantaranya Louis Pasteur (1822-1895), Robert Koch (1843-1910) dan Ilya Mechnikov (1845-1016) mengatakan bahwa mikroba merupakan etiologi penyakit.
Pengamatan Louis Pasteur pada fermentasi anggur adalah salah satu bukti konsep teori Kuman. Ia menemukan proses pasteurisasi dalam melakukan fermentasi tersebut, yaitu dengan cara memanasi cairan anggur hingga temperature tertentu sampai kuman yang tak diinginkan menyebabkan kegagalan fermntasi mati tapi cairan anggur tidak rusak. Temuan lainnya yang mengesankan adalah adanya virus rabies dalam organ saraf anjing, dan berhasil menemukan vaksin anti rabies. Untuk itulah Louis Pasteur dijuluki Bapak Teori Kuman.
Tokoh lainnya adalah Robert Koch. Temuannya dikenal dengan “Postulat Koch” yang terdiri dari, pertama, kuman harus dapat ditemukan pada semua hewan yang sakit, tidak pada yang sehat, kedua, kuman dapat diisolasi dan dibuat biakannya, ketiga, kuman yang dibiakkan dapat ditularkan secara sengaja pada hewan yang sehat dan menimbulkan penyakit yang sama, dan keempat, kuman tersebut harus bisa diisolasi ulang dari hewan yang diinfeksi.

5.  Segitiga Epidemiologi (Epidemiology Triangle)
Teori yang dikembangkan oleh John Gordon ini menggambarkan hubungan 3 komponen penyebab penyakit yaitu host, agen dan lingkungan (dibentuk segitiga). Agen merupakan entitas yang diperlukan untuk mengakibatkan penyakit pada host yang rentan. Agen dapat bersifat biologis (parasit, bakteri, virus), juga dapat bersifat bahan kimia (racun, alkohol, asap), fisik (trauma, radiasi, kebakaran), atau gizi (defisiensi, kelebihan). Agen memiliki sifat, pertama, infektivitas yaitu kemampuan agen untuk mengakibatkan infeksi pada host yang rentan, kedua, patogenitas yaitu kemampuan agen untuk menyebabkan penyakit pada host, dan ketiga virulensi yaitu kemampuan agen untuk menimbulkan berat ringan suatu penyakit pada host.
Host merupakan manusia atau organisme yang rentan oleh adanya agen. Faktor internal host meliputi umur, jenis kelamin, ras, agama, adat pekerjaan dan profil genetik. Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian dari agen atau host, tetapi dapat mendukung masuknya agen ke dalam host dan menimbulkan penyakit.

6.  Jala-jala Kausasi (The Web of Causation)
Pencetus teori ini adalah MacMahon dan Pugh (1970). Konsepnya adalah setiap panyakit tidak hanya tergantung kepada sebuah faktor penyebab, melainkan tergantung kepada sejumlah faktor dalam rangkaian proses sebab akibat. Terdapat faktor sebagai promotor da nada pula sebagai inhibitor. Semua faktor secara klektif dapat membentuk “web of causation” dimana setiap penyebab saling terkait satu sama lain. Perubahan pada salah satu faktor dapat berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit. Kejadian penyakit pada suatu populasi mungkin disebabkan oleh gejala yang sama (phenotype), mikroorganisme, abnormalitas genetik, struktur social, perilaku, lingkungan, tempat kerja, dan faktor lainnya yang berhubungan. Sehingga, timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai titik.

7.  Model Roda (The Wheel Causation)
Teori ini menggambarkan hubungan manusia dan lingkungannya sebagai roda. Roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetic pada bagian intinya, dan lingkungan biologis, social, fisik, mengelilikgi manusianya. Ukuran komponen roda bersifat relatif, tergantung problem spesifik penyakit yang bersangkutan. Contoh pada penyakit herediter, proporsi inti genetik relatif lebih besar, sedang pada penyakit campak status imunitas manusia dan lingkungan biologis lebih penting daripada faktor genetik. Peranan lingkunagn social lebih besar dari yang lainnya dalam hal stress mental, sebaliknya pada penyakit malaria peran lingkungan biologis lebih besar.


Sumber: Modul Materi Dasar Epidemiologi semester 3 FKM UNDIP 2010

Konsep Sehat Menurut WHO

Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity. The bibliographic citation for this definition is: Preamble to the Constitution of the World Health Organization as adopted by the International Health Conference, New York, 19 June - 22 July 1946; signed on 22 July 1946 by the representatives of 61 States (Official Records of the World Health Organization, no. 2, p. 100) and entered into force on 7 April 1948. The definition has not been amended since 1948.

Dapat kita lihat diatas merupakan konsep sehat menurut World Health Organization (WHO)

Monday, March 17, 2014

Contoh dan Analisis dari Kasus Pandemi, Endemi, Sporadik, Epidemik

·   Pandemi
Pandemi adalah epidemi penyakit menular yang menyebar melalui populasi manusia di kawasan yang luas, misalnya benua, atau bahkan di seluruh dunia. Fenomena pandemic yaitu Flu babi pada tahun 2009.
Wabah flu babi 2009 adalah pandemi galur virus influenza baru yang diidentifikasi pada bulan April 2009, yang biasa disebut sebagai flu babi. Galur virus ini diperkirakan sebagai mutasi empat galur virus influenza A subtipe H1N1: dua endemik pada manusia, satu endemik pada burung, dan dua endemik pada babi. Sumber wabah ini pada manusia belum diketahui, namun kasus-kasus pertama ditemukan di Amerika Serikat dan kemudian di Meksiko, yang mengalami peningkatan jumlah kasus, banyak di antaranya fatal.
WHO secara resmi menyatakan wabah ini sebagai pandemi pada 11 Juni 2009, namun menekankan bahwa pernyataan ini adalah karena penyebaran global virus ini, bukan karena tingkat bahayanya. WHO menyatakan pandemi ini berdampak tidak terlalu parah di negara-negara yang relatif maju, namun dianjurkan untuk mengantisipasi masalah yang lebih berat saat virus menyebar ke daerah dengan sumber daya terbatas, perawatan kesehatan yang buruk, dan bermasalah medis. Laju kematian kasus (case fatality rate atau CFR) galur pandemik ini diperkirakan 0,4 % (selang 0,3%-1,5%)
Sampai saat ini masih belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah infeksi. Berita terkini dari WHO menyatakan bahwa "74 negara secara resmi telah melaporkan 27.737 kasus influenza A (H1N1), termasuk 141 kematian.[4] Sampai 24 Mei 2009 hampir 90 persen kematian yang dilaporkan terjadi di Meksiko. Ini telah mengundang spekulasi bahwa Meksiko mungkin telah berada di tengah-tengah epidemi yang tidak diketahui berbulan-bulan sebelum berjangkitnya wabah saat ini. Menurut CDC, fakta bahwa kegiatan infeksi virus flu saat ini dipantau lebih cermat mungkin menerangkan mengapa lebih banyak kasus flu yang dicatat di Meksiko, Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Sekitar setengah dari semua virus influenza yang dideteksi sejauh ini adalah virus baru H1N1, yang "menurut para pakar untuk saat ini tidak lebih buruk daripada influenza musiman

·      Endemi
Endemi adalah berlangsungnya suatu penyakit pada tingkatan yang sama atau keberadaan suatu penyakit yang terus-menerus didalam populasi atau wilayah tertentu. Fenomena endemic yaitu penyakit filariasis
Penyebaran penyakit filariasis hampir di seluruh wilayah Indonesia dan di beberapa daerah dengan endemisitas yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil survei darah padatahun 1999 tingkat endemisitas penyakit filariasis masih tinggi dengan rata-rata Mf  rate 3,1%. Hal ini menunjukkan bahwa penularan filariasis di Indonesia masih tinggi. Secara umum, Filaria bancrqfti tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, sedangkan W. bancrofti tipe perkotaan ditemukan di perkotaan dan sekitarnya antara lain Jakarta, Bekasi, Tanggerang, Lebak (Banten), Semarang dan Pekalongan. Filariasis malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Seram. Filariasis timori terdapat di Kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor dan Sumba. Penyakit filariasis terjadi apabila ada lima unsur utama yaitu, sumber penularan (manusia dan hewan sebagai reservoir), parasit (cacing), vektor (nyamuk), manusia yang rentan (host), dan lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan sosial budaya).
Keadaan lingkungan sangat berpengaruh terhadap transmisi filariasis. Biasanya daerah endemis B. malayi adalah daerah hutan rawa, sepanjang sungai atau badan air yang lain dengan tanaman air. Sedangkan daerah endemis W. brancofti tipe perkotaan (urban) adalah daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduknya dan banyak genangan air kotor sebagai habitat vektor penular yaitu nyamuk Culex quinquefaciatus. Habitat vektor filariasis sangat bervariasi antara lain berupa genangan air seperti rawa-rawa, yang sangat potensial untuk berkembangbiaknya. manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Dengan perkiraan sebanyak 90.2 juta penduduk dunia telah terinfeksi, lebih dari 90 % berasal dari jenis filariasis bancrofti dan kurang dari 10 % adalah jenis filariasis brugia .
Penyebaran dan penularan penyakit ini sangat erat kaitannya dengan social ekonomi dan perilaku yang menjadi factor utama terjadinya epidemi di masyarakat. Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukan mikrofilaria dalam peredaran darah. W. bancrofti dan B. timori hanya ditemukan pada manusia. Di Indonesia B.malayi dapat menyerang manusia dan hewan.
     Kejadian filariasis dari hasil Riskesdas tahun 2007, menunjukkan bahwa dari 33 propinsi, Propinsi Papua Barat persentase responden yang menyatakan pernah terkena filariasis sebesar 0, 28%, Daerah Istimewa Aceh (D.I. Aceh) sebesar 0,25 %. Propinsi yang tidak ada kejadian filariasis dalam kurun waktu 12 bulan terakhir adalah Daerah Istimewa Yogjakarta (D.I.Y). Di Indonesia dilaporkan 22 propinsi telah terinfeksi filarisis diperkirakan sebanyak 150 juta orang, dan tertinggi ditemukan di Papua (WHO, 2001). Di daerah endemik risiko terkena filariasis > 10 - 50% dapat terinfeksi filariasis dan 10%. Sebagian diantaranya adalah wanita yang sering memberi dampak sosial, ekonomi serta mental secara psikologis, sehingga tidak dapat bekerja secara optimal dan hidup selalu tergantung pada orang . Secara statistik variabel jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir. Jadi tidak ada perbedaan yang nyata terhadap risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir antara laki - laki dan perempuan.
Penularan filariasis dapat terjadi pada setiap orang baik laki-laki maupun perempuan. Demikian pula halnya dengan perbedaan kelompok umur, kelompok umur tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir. Jadi secara statistic tidak ada perbedaan yang nyata terhadap risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir antara kelompok umur beresiko, yaitu umur di bawah 21 tahun dan umur di atas 35 tahun dibandingkan dengan kelompok umur tidak beresiko. Penularan terjadi pada siapa saja tidak tergantung umur tua atau muda, tetapi terjadi kontak dengan nyamuk vektomya atau tidak.
     Pemakaian kelambu merupakan satu cara pencegahan terhadap penyakit tular vektor termasuk filariasis, yaitu untuk memutus rantai penularan (menghindarkan kontak antara manusia dengan nyamuk vektor). Temyata secara statistik variable pemakaian kelambu tidak memiiiki hubungan yang signifikan dengan probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir. Jadi secara statistik tidak ada perbedaan yang nyata terhadap risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir antara mereka yang semalam tidur memakai kelambu dan yang memakai kelambu. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh karena cara pemakaian kelambu yang kurang benar atau kelambu yang digunakan sudah tidak layak pakai (robek, sudah usang dan berlubang )
sehingga nyamuk masih dapat kontak dengan manusia. Keadaan lingkungan sangat berpengaruh terhadap transmisi filariasis. Biasanya daerah endemis B. malayi adalah daerah hutan rawa, sepanjang sungai atau badan air yang lain dengan tanaman air. Sedangkan daerah endemis W. brancofti tipe perkotaan (urban) adalah daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduknya dan banyak genangan air kotor sebagai habitat vektor penular yaitu nyamuk Culex quinquefaciatus.

·      Sporadik
Sporadik adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang berada di suatu wilayah tertentu dengan frekuensinya yang berubah-rubah menurut perubahan waktu. Adapun fenomena dari sporadic yaitu Virus polio.
Virus polio dapat melumpuhkan bahkan membunuh. Virus ini menular melalui air dan kotoran manusia. Sifatnya sangat menular dan selalu menyerang anak balita. Dua puluh tahun silam, polio melumpuhkan 1.000 anak tiap harinya di seluruh penjuru dunia. Tapi pada 1988 muncul Gerakan Pemberantasan Polio Global. Lalu pada 2004, hanya 1.266 kasus polio yang dilaporkan muncul di seluruh dunia. Umumnya kasus tersebut hanya terjadi di enam Negara. Kurang dari setahun ini, anggapan dunia bebas polio sudah berakhir.
Pada awal Maret tahun 2005, Indonesia muncul kasus polio pertama selama satu dasa warsa. Artinya, reputasi sebagai negeri bebas polio yang disandang selama 10 tahun pun hilang ketika seorang anak berusia 20 bulan di Jawa Barat terjangkit penyakit ini. (Lebih lanjut baca  "Polio: cerita dari Jawa Barat)  Menurut analisa, virus tersebut dibawa dari sebelah utara Nigeria. Sejak itu polio menyebar ke beberapa daerah di Indonesia dan menyerang anak-anak yang tidak diimunisasi. Polio bisa mengakibatkan kelumpuhan dan kematian. Virusnya cenderung menyebar dan menular dengan cepat apalagi di tempat-tempat yang kebersihannya buruk.
Indonesia sekarang mewakili satu per lima dari seluruh penderita polio secara global tahun ini. Kalau tidak dihentikan segera, virus ini akan segera tersebar ke seluruh pelosok negeri dan bahkan ke Negara-negara tetangga terutama daerah yang angka cakupan imunisasinya masih rendah.
Indonesia merupakan Negara ke-16 yang dijangkiti kembali virus tersebut. Banyak pihak khawatir tingginya kasus polio di Indonesia akan menjadikan Indonesia menjadi pengekspor virus ke Negara-negara lain, khususnya di Asia Timur. Wabah polio yang baru saja terjadi di Indonesia dapat dipandang sebagai sebuah krisis kesehatan dengan implikasi global.

·      Epidemi
Dalam epidemiologi, epidemi berasal dari bahasa Yunani yaitu “epi” berarti pada dan “demos” berarti rakyat. Dengan kata lain, epidemi adalah wabah yang terjadi secara lebih cepat daripada yang diduga. Jumlah kasus baru penyakit di dalam suatu populasi dalam periode waktu tertentu disebut incide rate (laju timbulnya penyakit). Fenomena epidemic yaitu HIV.
Dalam laporan bulanan kasus kumulatif kasus HIV/AIDS yang dikeluarkan Ditjen PPM&PL, Depkeskesos, sampai Juli 2001 tercatat 50 kasus HIV/AIDS di Kalimantan Barat (Kalbar) yang terdiri atas 49 HIV (28 di antaranya nelayan asing yang sudah dipulangkan ke negaranya) dan 1 AIDS dengan kematian 1. Epidemi HIV di Kalbar selalu dikait-kaitkan dengan kehadiran nelayan Thailand.
Di salah satu sesi pada Kongres AIDS Internasional Asia Pasifik IV 1997 di Manila, Filipina, pembicara dari Indonesia, ketika itu alm. dr. Hadi M. Abednego, waktu itu Dirjen PPM&PLP Depkes, diprotes oleh seorang remaja Thailand, waktu itu berusia 17 tahun, aktivis di Population Council Thailand, karena menyebutkan penularan HIV di Merauke, Papua (d/h. Irian Jaya) terjadi karena kehadiran nelayan Thailand.
Soalnya, menurut gadis itu, mobilitas penduduk Merauke juga perlu diperhitungkan. Penduduk dari daerah lain di Indonesia juga, ‘kan, datang ke sana. Dia sangat menyesalkan cara penyajian yang mengait-ngaitkan sebuah bangsa dengan epidemi HIV karena tidak hanya nelayan Thailand yang mengunjungi Merauke. Penduduk dari daerah dan negara lain pun ada yang datang Merauke. Begitu pula dengan penduduk Merauke tentu saja mereka juga bepergian pula ke luar daerahnya.
Bertolak dari fakta di atas tentulah cara-cara yang selalu menyalahkan pihak lain dan menuding nelayan suatu bangsa sebagai penyebar HIV tidak etis dan hal itu pun merupakan penyangkalan terhadap epidemi HIV yang sudah ada di depan mata dan penyebarannya pun sudah terjadi secara horizontal antara penduduk setempat. Bisa saja ada penduduk Kalbar yang tertular HIV di luar daerah atau di luar negeri, atau sebaliknya ada penduduk dari daerah lain atau negara lain yang menulari penduduk Kalbar.
Dalam masalah HIV/AIDS seseorang berisiko tertular HIV jika (1) melakukan hubungan seks (sanggama) baik heteroseks, homoseks, seks anal dan oral tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, (2) melakukan hubugnan seks (sanggama) baik heteroseks, homoseks, seks anal dan oral tanpa kondom dengan seseorang yang berganti-ganti pasangan di dalam dan di luar nikah, (3) menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV, dan (4) memakai jarum suntik dan semprit secara bersama dengan bergantian.
Maka biar pun prevalensi HIV/AIDS di Kalbar per 100.000 penduduk 0,02 tetapi kalau seseorang melakukan kegiatan-kegiatan yang berisiko maka kemungkinan tertular pun tetap ada. Probabilitas (kemungkinan) tertular HIV melalui sanggama yang tidak aman antara pria dengan wanita yang HIV-positif berkisar antara 0,03-5,6 persen untuk setiap kontak, tetapi karena hubungan seks sering dilakukan, apalagi dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan orang yang suka berganti-ganti pasangan, maka risiko tertular pun meningkat pula.
Namun, biar pun HIV/AIDS merupakan fakta medis tetapi tidak sedikit orang, termasuk jajaran Depkes, yang panik. Misalnya, ada pernyataan Kakanwil Depkeskesos Kalbar yang mengatakan akan mengetes darah penduduk Kepulauan Karimata, Kabupaten Ketepang hanya karena ada nelayan Thailand yang mampir ke pulau itu jelas tidak rasional. Soalnya, belum tentu semua penduduk melakukan kegiatan berisiko, seperti bayi dan orang-orang yang sudah uzur. HIV tidak menular melalui pergaulan sosial.



 Sumber:

·         Budiarto dkk. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
·         Efensi dkk. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Sunday, March 16, 2014

Epideomologi merupakan inti dari kesehatan masyarakat

Istilah The Core of Public Health Science is Epidemiology dinyatakan oleh B.  Burt  Gerstman dalam bukunya yang berjudul "Epidemiology Kept Simple : An Introduction to Traditional and Modern Epidemiology". Buku tersebut diterbitkan dalam versi pertama pada tahun 1998, kemudian diterbitkan kembali dalam versi kedua pada bulan Agustus 2003. Pernyataan tersebut dapat kita artikan bahwa epidemiologi adalah inti dari dari kesehatan masyarakat, mengapa demikian ? karena kesehatan masyarakat bertujuan melindungi, memelihara, memulihkan, dan meningkatkan kesehatan populasi Sedangkan epidemiologi memberikan kontribusinya dengan mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, meneliti paparan faktor-faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya perbedaan distribusi penyakit tersebut. Pengetahuan tentang penyebab perbedaan distribusi penyakit selanjutnya digunakan untuk memilih strategi intervensi yang tepat untuk mencegah dan mengendalikan penyakit pada populasi, dengan cara mengeliminasi, menghindari, atau mengubah faktor penyebab tersebut.
Epidemiologi adalah ilmu, kesehatan masyarakat adalah misi yang diimplementasikan melalui tindakan sosial. Implikasi dari perbedaan ini dianggap, dan kecukupan epidemiologi untuk membimbing kesehatan masyarakat dievaluasi dalam kaitannya dengan disiplin ilmu lainnya dan pertimbangan non-ilmiah.
Sebagai "ilmu dasar" dari satu public health mungkin mengharapkan epidemiologi untuk menyediakan amunisi bagi para praktisi public health yang kurang fokus pada individu dan lebih pada pengaruh sistem sosial terhadap kesehatan.Memang, ada ketidakseimbangan usaha di kedua bidang ini yaitu public health dan epidemiologi. Di satu sisi jutaan dolar berkomitmen untuk mengurangi sakit melalui intervensi individu. Sementara itu kita mengabaikan apa pengalaman sehari-hari kita, yaitu cara kita mengatur masyarakat, sejauh mana kita mendorong interaksi antar warga dan sejauh mana kita percaya serta berhubungan satu sama lain dalam merawat masyarakat, hal ini mungkin adalah penentu yang paling penting dari kesehatan kita. Misalnya, baik penolakan kita terhadap virus flu biasa (Cohen et al., 1997) dan kepuasan dengan pelayanan kesehatan (Ahern et al., 1996) secara signifikan tergantung pada kekompakan lingkungan sosial kita.

Pengertian Epideomologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi dan determinat penyakit, serta upaya pengendalian penyakit tersebut. Ilmu epidemiologi telah berkembang sangat pesat dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga ilmu ini hampir  meliputi seluruh aspek kehidupan, bukan hanya tentang penyakit menular saja tapi aspek sosial perilaku sampai genetik dan biologi molekuler telah menjadi kajian epidemiologi.
Adapun beberapa pengertian dari epidemiologi dari berbagai aspek yaitu sebagai berikut:
A.    Jika ditinjau dari asal kata, Epidemiologi berasal dari bahasa Yunai yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu ''epi'' yang berarti ''pada'' atau ''tentang'', ''demos''yang berati ''penduduk'' dan kata terakhir adalalah ''logos'' yang berarti ''Ilmu Pengetahuan''. Jadi, Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk.
B.     Dalam pengertian modern pada saat ini, Epidemiologi adalah : “Ilmu yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor – factor yang Mempengaruhinya). Suatu ilmu yang awalnya mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan pada penyakit infeksi menular. Tapi dalam perkembangannya hingga saat ini masalah yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya.
C.    Pengertian epidemologi menurut beberapa ahli yaitu :
·         Greenwood ( 1934 )
Mengatakan bahwa Epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok ( herd ) penduduk. Kelebihannya adalah adanya penekanan pada Kelompok Penduduk yang mengarah kepada Distribusi suatu penyakit.
·         Brian Mac Mahon ( 1970 )
Epidemiologi adalah Studi tentang penyebaran dan penyebab frekwensi penyakit pada manusia dan mengapa terjadi distribusi semacam itu.
·         Wade Hampton Frost ( 1972 )
Mendefinisikan Epidemiologi sebagai Suatu pengetahuan tentang fenomena massal (Mass Phenomen) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah (Natural History) penyakit menular. Di sini tampak bahwa pada waktu itu perhatian epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang terjadi/mengenai masyarakat/massa.
·         Abdel R. Omran ( 1974 )
Epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya serta akibat – akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.
D.    Menurut WHO yaitu Studi ttg distribusi dan determinan kesehatan yg berkaitan dgn kejadian di populasi dan aplikasi dari studi utk pemecahan masalah kesehatan.

Kegunaan epidemiologi makin meluas tidak hanya mengenai penyakit tetapi mengenai masalah-masalah keshatan lainnya. Epidemiologi tidak hanya digunakan untuk keadaan-keadaan kesehatan yang bersifat populasi  tetapi juga di klinik kedokteran yang  umumnya bersifat individual atau bersifat populasi maka populasinya  terbatas dan berciri khusus yaitu para  penderita klinik tersebut. Epidemiologi juga banyak digunakan untuk mengevaluasi  program-program pelayanan  kesehatan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kajian epidemiologi bermuara pada tujuan utama yakni kesehatan masyarakat secara luas. pada dasarnya terdapat 3 (tiga) komponen penting dalam epidemiologi, yang mempengaruhi status kesehatan pada populasi,  antara lain :
Ø Distribusi ; Penyebaran penyakit pada manusia (man, time, place)
Ø Determinan ; faktor penyebab suatu penyakit / masalah kesehatan
Ø Frekuensi ; Nilai yang menggambarkan besarnya masalah kesehatan



  

Sumber :
·         Amiruddin, Ridwan. Epidemiologi Perencanaan & Pelayanan Kesehatan.Makassar: Masagena Press, 2011
·         Hillel W.  Cohen, DrPHMary E.  Northridge, PhD, MPH. Getting Political: Racism and Urban Health. American Journal of Public Health 98: Supplement_1, S17-S19, 2008
·         Budiarto, Eko. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003

·         Murti, Bhisma. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997 

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT CHIKUNGUNYA

EPIDEMIOLOGI CHIKUNGUNYA

1. Frekuensi Masalah Kesehatan
A.  Riwayat Penyakit
Demam Chikungunya merupakan suatu sindrom mirip Dengue yang jinak. Istilah Chikungunya berasal dari bahasa Swahili Afrika Timur yang berarti “yang berubah bentuk atau bungkuk”, mengacu pada postur tubuh penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (athralgia). Nyeri sendi terutama terjadi pada lutut, tulang belakang, serta persendian tangan dan kaki.
Chikungunya pertama kali diidentifikasi di Afrika Timur tahun 1952. Chikungunya merupakan salah satu penyakit menular yang sejak tahun 1954 telah menjadi penyakit endemis di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh (2000), Jawa Barat (Bogor, Bekasi, Depok) pada tahun 2001, yang menyerang secara bersamaan pada penduduk disatu kesatuan wilayah (RW/Desa).
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2000-2007 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada hampir semua provinsi dengan 18.169 kasus tanpa kematian.

B.  Gejala Penyakit
Gejala klinis penyakit ini mirip dengan gejala klinis Jap.B.encepnalitis. Gejalanya seperti pada infeksi virus umumnya adalah demam mendadak, kadang menggigil, nyeri sendi terutama sendi siku, lutut, pergelangan, jari-jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit terutama di badan dan lengan. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah sakit perut, mual, muntah, nyeri otot, sakit kepala, kemerahan pada conjunctiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, dan kadang-kadang disertai dengan gatal pada ruam.
Meski gejalanya mirip dengan DBD namun pada demam Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (Syok) maupun kematian tetapi penderita akan mengalami kelumpuhan motorik yang tidak permanen. Manifestasi penyakit berlangsung 3 – 10 hari. Penyakit ini termasuk Self Limiting Disease alias akan sembuh sendiri. Namun rasa nyeri masih akan terasa dalam beberapa minggu atau bulan.


2. Penyebaran Masalah Kesehatan
A.  Penyebaran dan Waktu Penyakit Chikungunya
            Demam Chikungunya terutama dijumpai di daerah tropis dan sering menyebabkan epidemi dalam interval tertentu (5 – 10 tahun). Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit chikungunya
Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya KLB chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit Chikungunya lebih sering terjadi di daerah sub urban.
Waktu dalam penyebaran dan penularan dapat terjadi kapan saja, terutama pada musim penghujan. Karena banyaknya benda-benda di luar rumah yang terisi air hujan dan dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti. Tempat-tempat yang memungkinkan berkembangnya nyamuk penular seperti tempat-tempat penampungan air (TPA) (misalnya: bak mandi, bak WC, drum, tempayan, ember) dan Non TPA (misalnya: ban bekas, dan barang-barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan, talang, vas bunga, tempat minum burung piaraan, kolam serta habitat alamiah (misalnya potongan/ tonggak bambu, tempurung kelapa dan pelepah daun). Dan semua orang dapat tertular, mulai dari anak-anak sampai dewasa, laki-laki dan perempuan baik kaya maupun miskin.

B.  Cara Penularan
            Nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus chikungunya yaitu nyamuk betina. Nyamuk betina ini akan terinfeksi virus chikungunya melalui dua cara yaitu melalui gigitannya ke manusia yang menderita chikungunya atau melalui manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Virus yang berada dalam kelenjar ludah nyamuk memerlukn waktu selama 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali melalui gigitan selanjutnyake tubuh manusia. Vitus chikungunya dalam tubuh manusia dapat berkembang biak di jaringan kulit, kemudian menyebar ke hati, persendian, darah, dan sistem saraf pusat. Virus yang telah masuk ke dalam tubuh manusia memerlukan masa inkubasi selama 4-7 hari sebelum menimbulkan gejala.

3. Faktor Determinan atau yang Mempengaruhi
A.  Faktor yang Memengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit ini adalah faktor lingkungan seperti kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim hujan. Faktor biologi seperti tanaman yang terdapat di sekitar tempat tinggal yang disukai nyamuk sebagai tempat berkembang biak. Serta perilaku individu-individu yang tidak berperilaku hidup sehat dan tidak menjaga kesehatan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat.

B.  Penyebab Penyakit dan Vektor yang Menularkan
Chikungunya merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor potensial (Soedarto, 2007). Virus Chikungunya termasuk kelompok virus RNA yang mempunyai selubung dan merupakan anggota ”group A” arthropode bone viruses (flavivirus) dalam genus alphavirus, family Togaviridae. Virus ini bila dilihat dengan mikroskop elektron maka akan muncul gambaran virion simteris kasar atau polygonal dengan diameter 40-45 nm dengan inti berdiameter 25-30 nm. Maka dari itu virus ini mudah terhisap nyamuk dan akan dipindahkkan ke orang lain bersama air liurnya pada saat menggigit.
Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus termasuk metamorfosis sempurna, yaitu terdiri dari fase telur, larva (jentik), kepompong (pupa), dan nyamuk. Telur Aedes dapat bertahan beberapa bulan pada kondisi kering pada waktu dan intensitas yang bervariasi. Telur Aedes membutuhkan media air bersih yang tidak mengalir (stagnan) tanpa dihuni spesies lain untuk dapat berkembang menjadi larva. Telur akan menetas menjadi larva dalam 1-2 hari setelah telur terendam air. Umur larva Aedes sendiri adalah sekitar 7-9 hari untuk kemudian berubah menjadi pupa yang merupakan fase akhir siklus hidup nyamuk dalam media air. Umur pupa berkisar 2-4 hari untuk kemudian berubah menjadi nyamuk. Setelah berubah menjadi nyamuk, nyamuk betina akan hidup berkisar 2-3 bulan. Nyamuk dapat bertahan hidup lebih lama sampai 2 bulan jika berada ditempat dengan suhu 28°C dengan kelembaban udara sebesar 80%.

C. Pencegahan
      a. Perorangan
     Jangan biarkan jentik-jentik nyamuk berkembang biak. Lakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dengan melakukan ”3 M” yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur pada TPA dan non TPA serta habitat alamiah secara teratur setiap minggu atau menaburkan larvasida (Abate) serta memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah/cethul). Sedapat mungkin lindungi diri dari gigitan nyamuk terutama pada siang hari, misalnya dengan menggunakan obat gosok (repellant), pemakaian kelambu dan pemasangan kawat kasa nyamuk di rumah.
b. Kelompok/Masyarakat
     Secara bersama-sama bergotong-royong membersihkan lingkungan dari tempat-tempat perkembanganbiakan nyamuk penular.

D.  Pemeriksaan Laboratorium
Untuk saat ini konfirmasi pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan sampel serum penderita Demam Chikungunya dapat dilakukan di Balitbangkes, Depkes RI dengan Metode ELISA dan PCR termasuk pemeriksaan isolasi virus dari sampel nyamuk dewasa. Diharapkan pemeriksaan ELISA dapat dikerjakan di empat BLK sentinel di seluruh Indonesia.

 E. Pengobatan
Seperti halnya penyakit DBD obat terhadap virus penyebabnya belum ada termasuk untuk demam chikungunya ini. Hal yang dapat dilakukan ketika timbul gejala adalah merujuk penderita ke Puskesmas atau Rumah sakit bila ditemukan tanda-tanda kedaruratan. Pengobatan yang diberikan hanya bersifat simptomatis, misalnya obat penurun panas atau anti sakit (non aspirin analgetik) untuk menghilangkan gejala penyakitnya. Obat yang digunakan biasanya obat penghilang rasa sakit seperti paracetamol atau asetamonofen. Penyembuhan dapat juga dibantu dengan mencukupi asupan gizi kepada penderita serta istirahat yang cukup.

F.   Penanggulangan
Kegiatan penanggulangan (dalam keadaan KLB) antara lain Pengobatan Penderita, Penyelidikan Epidemiologi, Pemeriksaan Jentik, Pengambilan dan Pengiriman Sampel Serum Penderita, Pemberantasan Sarang Nyamuk (3M, larvasiding, ikanisasi), Fogging (bila diperlukan), Penyuluhan Kesehatan serta Kerjasama Lintas Program dan Lintas Sektor terutama dalam hal penggerakan masyarakat.

G. Kesimpulan

            Chikungunya merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan oleh virus CHIKV yang dibawa oleh perantara yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit ini dengan cepat menyebar secara luas di Indonesia karena faktor-faktor yang mendukung untuk virus dan vektor nya berkembang biak dengan baik. Sampai saat ini belum ada vaksin maupun obat khusus untuk mengobati chikungunya sehingga pengobatan yang diberikan juga sangat terbatas, namun pencegahan yang dapat dilakukan adalah menjalankan pola hidup bersih dan sehat di lingkungan masyarakat juga menghentikan dan memberantas siklus hidup nyamuk.



Sumber:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Soedarto. 2007. Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University Press.
Widyanto, Faisalado Candra dan Cecep Triwibowo. 2013. Trend Disease Trend Penyakit Saat Ini. Jakarta: Trans Info Media.
“Epidemiologi Penyakit Demam Chikungunya,” MasPeHa. (http://maspeha.blogspot.com/2011/12/epidemiologi-kasus-demam-chikungunya.html, diakses pada tanggal 12 Maret 2014)
“Sejarah Chikungunya dan Penyebarannya,” Public Health Indonesia. (http://indonesiabisasehat.blogspot.com/2010/08/sejarah-chikungunya-dan-penyebarannya.html, diakses pada tanggal 12 Maret 2014)