Jumlah Pengunjung

Sunday, March 16, 2014

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT CHIKUNGUNYA

EPIDEMIOLOGI CHIKUNGUNYA

1. Frekuensi Masalah Kesehatan
A.  Riwayat Penyakit
Demam Chikungunya merupakan suatu sindrom mirip Dengue yang jinak. Istilah Chikungunya berasal dari bahasa Swahili Afrika Timur yang berarti “yang berubah bentuk atau bungkuk”, mengacu pada postur tubuh penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (athralgia). Nyeri sendi terutama terjadi pada lutut, tulang belakang, serta persendian tangan dan kaki.
Chikungunya pertama kali diidentifikasi di Afrika Timur tahun 1952. Chikungunya merupakan salah satu penyakit menular yang sejak tahun 1954 telah menjadi penyakit endemis di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh (2000), Jawa Barat (Bogor, Bekasi, Depok) pada tahun 2001, yang menyerang secara bersamaan pada penduduk disatu kesatuan wilayah (RW/Desa).
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2000-2007 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada hampir semua provinsi dengan 18.169 kasus tanpa kematian.

B.  Gejala Penyakit
Gejala klinis penyakit ini mirip dengan gejala klinis Jap.B.encepnalitis. Gejalanya seperti pada infeksi virus umumnya adalah demam mendadak, kadang menggigil, nyeri sendi terutama sendi siku, lutut, pergelangan, jari-jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit terutama di badan dan lengan. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah sakit perut, mual, muntah, nyeri otot, sakit kepala, kemerahan pada conjunctiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, dan kadang-kadang disertai dengan gatal pada ruam.
Meski gejalanya mirip dengan DBD namun pada demam Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (Syok) maupun kematian tetapi penderita akan mengalami kelumpuhan motorik yang tidak permanen. Manifestasi penyakit berlangsung 3 – 10 hari. Penyakit ini termasuk Self Limiting Disease alias akan sembuh sendiri. Namun rasa nyeri masih akan terasa dalam beberapa minggu atau bulan.


2. Penyebaran Masalah Kesehatan
A.  Penyebaran dan Waktu Penyakit Chikungunya
            Demam Chikungunya terutama dijumpai di daerah tropis dan sering menyebabkan epidemi dalam interval tertentu (5 – 10 tahun). Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit chikungunya
Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya KLB chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit Chikungunya lebih sering terjadi di daerah sub urban.
Waktu dalam penyebaran dan penularan dapat terjadi kapan saja, terutama pada musim penghujan. Karena banyaknya benda-benda di luar rumah yang terisi air hujan dan dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti. Tempat-tempat yang memungkinkan berkembangnya nyamuk penular seperti tempat-tempat penampungan air (TPA) (misalnya: bak mandi, bak WC, drum, tempayan, ember) dan Non TPA (misalnya: ban bekas, dan barang-barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan, talang, vas bunga, tempat minum burung piaraan, kolam serta habitat alamiah (misalnya potongan/ tonggak bambu, tempurung kelapa dan pelepah daun). Dan semua orang dapat tertular, mulai dari anak-anak sampai dewasa, laki-laki dan perempuan baik kaya maupun miskin.

B.  Cara Penularan
            Nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus chikungunya yaitu nyamuk betina. Nyamuk betina ini akan terinfeksi virus chikungunya melalui dua cara yaitu melalui gigitannya ke manusia yang menderita chikungunya atau melalui manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Virus yang berada dalam kelenjar ludah nyamuk memerlukn waktu selama 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali melalui gigitan selanjutnyake tubuh manusia. Vitus chikungunya dalam tubuh manusia dapat berkembang biak di jaringan kulit, kemudian menyebar ke hati, persendian, darah, dan sistem saraf pusat. Virus yang telah masuk ke dalam tubuh manusia memerlukan masa inkubasi selama 4-7 hari sebelum menimbulkan gejala.

3. Faktor Determinan atau yang Mempengaruhi
A.  Faktor yang Memengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit ini adalah faktor lingkungan seperti kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim hujan. Faktor biologi seperti tanaman yang terdapat di sekitar tempat tinggal yang disukai nyamuk sebagai tempat berkembang biak. Serta perilaku individu-individu yang tidak berperilaku hidup sehat dan tidak menjaga kesehatan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat.

B.  Penyebab Penyakit dan Vektor yang Menularkan
Chikungunya merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor potensial (Soedarto, 2007). Virus Chikungunya termasuk kelompok virus RNA yang mempunyai selubung dan merupakan anggota ”group A” arthropode bone viruses (flavivirus) dalam genus alphavirus, family Togaviridae. Virus ini bila dilihat dengan mikroskop elektron maka akan muncul gambaran virion simteris kasar atau polygonal dengan diameter 40-45 nm dengan inti berdiameter 25-30 nm. Maka dari itu virus ini mudah terhisap nyamuk dan akan dipindahkkan ke orang lain bersama air liurnya pada saat menggigit.
Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus termasuk metamorfosis sempurna, yaitu terdiri dari fase telur, larva (jentik), kepompong (pupa), dan nyamuk. Telur Aedes dapat bertahan beberapa bulan pada kondisi kering pada waktu dan intensitas yang bervariasi. Telur Aedes membutuhkan media air bersih yang tidak mengalir (stagnan) tanpa dihuni spesies lain untuk dapat berkembang menjadi larva. Telur akan menetas menjadi larva dalam 1-2 hari setelah telur terendam air. Umur larva Aedes sendiri adalah sekitar 7-9 hari untuk kemudian berubah menjadi pupa yang merupakan fase akhir siklus hidup nyamuk dalam media air. Umur pupa berkisar 2-4 hari untuk kemudian berubah menjadi nyamuk. Setelah berubah menjadi nyamuk, nyamuk betina akan hidup berkisar 2-3 bulan. Nyamuk dapat bertahan hidup lebih lama sampai 2 bulan jika berada ditempat dengan suhu 28°C dengan kelembaban udara sebesar 80%.

C. Pencegahan
      a. Perorangan
     Jangan biarkan jentik-jentik nyamuk berkembang biak. Lakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dengan melakukan ”3 M” yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur pada TPA dan non TPA serta habitat alamiah secara teratur setiap minggu atau menaburkan larvasida (Abate) serta memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah/cethul). Sedapat mungkin lindungi diri dari gigitan nyamuk terutama pada siang hari, misalnya dengan menggunakan obat gosok (repellant), pemakaian kelambu dan pemasangan kawat kasa nyamuk di rumah.
b. Kelompok/Masyarakat
     Secara bersama-sama bergotong-royong membersihkan lingkungan dari tempat-tempat perkembanganbiakan nyamuk penular.

D.  Pemeriksaan Laboratorium
Untuk saat ini konfirmasi pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan sampel serum penderita Demam Chikungunya dapat dilakukan di Balitbangkes, Depkes RI dengan Metode ELISA dan PCR termasuk pemeriksaan isolasi virus dari sampel nyamuk dewasa. Diharapkan pemeriksaan ELISA dapat dikerjakan di empat BLK sentinel di seluruh Indonesia.

 E. Pengobatan
Seperti halnya penyakit DBD obat terhadap virus penyebabnya belum ada termasuk untuk demam chikungunya ini. Hal yang dapat dilakukan ketika timbul gejala adalah merujuk penderita ke Puskesmas atau Rumah sakit bila ditemukan tanda-tanda kedaruratan. Pengobatan yang diberikan hanya bersifat simptomatis, misalnya obat penurun panas atau anti sakit (non aspirin analgetik) untuk menghilangkan gejala penyakitnya. Obat yang digunakan biasanya obat penghilang rasa sakit seperti paracetamol atau asetamonofen. Penyembuhan dapat juga dibantu dengan mencukupi asupan gizi kepada penderita serta istirahat yang cukup.

F.   Penanggulangan
Kegiatan penanggulangan (dalam keadaan KLB) antara lain Pengobatan Penderita, Penyelidikan Epidemiologi, Pemeriksaan Jentik, Pengambilan dan Pengiriman Sampel Serum Penderita, Pemberantasan Sarang Nyamuk (3M, larvasiding, ikanisasi), Fogging (bila diperlukan), Penyuluhan Kesehatan serta Kerjasama Lintas Program dan Lintas Sektor terutama dalam hal penggerakan masyarakat.

G. Kesimpulan

            Chikungunya merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan oleh virus CHIKV yang dibawa oleh perantara yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit ini dengan cepat menyebar secara luas di Indonesia karena faktor-faktor yang mendukung untuk virus dan vektor nya berkembang biak dengan baik. Sampai saat ini belum ada vaksin maupun obat khusus untuk mengobati chikungunya sehingga pengobatan yang diberikan juga sangat terbatas, namun pencegahan yang dapat dilakukan adalah menjalankan pola hidup bersih dan sehat di lingkungan masyarakat juga menghentikan dan memberantas siklus hidup nyamuk.



Sumber:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Soedarto. 2007. Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University Press.
Widyanto, Faisalado Candra dan Cecep Triwibowo. 2013. Trend Disease Trend Penyakit Saat Ini. Jakarta: Trans Info Media.
“Epidemiologi Penyakit Demam Chikungunya,” MasPeHa. (http://maspeha.blogspot.com/2011/12/epidemiologi-kasus-demam-chikungunya.html, diakses pada tanggal 12 Maret 2014)
“Sejarah Chikungunya dan Penyebarannya,” Public Health Indonesia. (http://indonesiabisasehat.blogspot.com/2010/08/sejarah-chikungunya-dan-penyebarannya.html, diakses pada tanggal 12 Maret 2014)

No comments:

Post a Comment