·
Pandemi
Pandemi
adalah epidemi penyakit menular yang menyebar melalui populasi manusia di
kawasan yang luas, misalnya benua, atau bahkan di seluruh dunia. Fenomena
pandemic yaitu Flu babi pada tahun 2009.
Wabah
flu babi 2009 adalah pandemi galur virus influenza baru yang diidentifikasi
pada bulan April 2009, yang biasa disebut sebagai flu babi. Galur virus ini
diperkirakan sebagai mutasi empat galur virus influenza A subtipe H1N1: dua
endemik pada manusia, satu endemik pada burung, dan dua endemik pada babi. Sumber
wabah ini pada manusia belum diketahui, namun kasus-kasus pertama ditemukan di
Amerika Serikat dan kemudian di Meksiko, yang mengalami peningkatan jumlah kasus,
banyak di antaranya fatal.
WHO
secara resmi menyatakan wabah ini sebagai pandemi pada 11 Juni 2009, namun
menekankan bahwa pernyataan ini adalah karena penyebaran global virus ini,
bukan karena tingkat bahayanya. WHO menyatakan pandemi ini berdampak tidak
terlalu parah di negara-negara yang relatif maju, namun dianjurkan untuk
mengantisipasi masalah yang lebih berat saat virus menyebar ke daerah dengan
sumber daya terbatas, perawatan kesehatan yang buruk, dan bermasalah medis.
Laju kematian kasus (case fatality rate atau CFR) galur pandemik ini diperkirakan
0,4 % (selang 0,3%-1,5%)
Sampai
saat ini masih belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah infeksi. Berita
terkini dari WHO menyatakan bahwa "74 negara secara resmi telah melaporkan
27.737 kasus influenza A (H1N1), termasuk 141 kematian.[4] Sampai 24 Mei 2009
hampir 90 persen kematian yang dilaporkan terjadi di Meksiko. Ini telah
mengundang spekulasi bahwa Meksiko mungkin telah berada di tengah-tengah
epidemi yang tidak diketahui berbulan-bulan sebelum berjangkitnya wabah saat
ini. Menurut CDC, fakta bahwa kegiatan infeksi virus flu saat ini dipantau
lebih cermat mungkin menerangkan mengapa lebih banyak kasus flu yang dicatat di
Meksiko, Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Sekitar setengah dari semua
virus influenza yang dideteksi sejauh ini adalah virus baru H1N1, yang
"menurut para pakar untuk saat ini tidak lebih buruk daripada influenza
musiman
·
Endemi
Endemi
adalah berlangsungnya suatu penyakit pada tingkatan yang sama atau keberadaan
suatu penyakit yang terus-menerus didalam populasi atau wilayah tertentu.
Fenomena endemic yaitu penyakit filariasis
Penyebaran
penyakit filariasis hampir di seluruh wilayah Indonesia dan di beberapa daerah
dengan endemisitas yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil survei darah padatahun
1999 tingkat endemisitas penyakit filariasis masih tinggi dengan rata-rata
Mf rate 3,1%. Hal ini menunjukkan bahwa
penularan filariasis di Indonesia masih tinggi. Secara umum, Filaria bancrqfti tersebar di Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, sedangkan W. bancrofti tipe perkotaan ditemukan di perkotaan dan sekitarnya
antara lain Jakarta, Bekasi, Tanggerang, Lebak (Banten), Semarang dan
Pekalongan. Filariasis malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
dan Pulau Seram. Filariasis timori terdapat di Kepulauan
Flores, Alor, Rote, Timor dan Sumba. Penyakit filariasis terjadi apabila
ada lima unsur utama yaitu, sumber penularan (manusia dan hewan
sebagai reservoir), parasit (cacing), vektor (nyamuk), manusia yang
rentan (host), dan lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan sosial
budaya).
Keadaan
lingkungan sangat berpengaruh terhadap transmisi filariasis. Biasanya daerah
endemis B. malayi adalah daerah hutan rawa, sepanjang sungai atau badan
air yang lain dengan tanaman air. Sedangkan daerah endemis W. brancofti tipe
perkotaan (urban) adalah daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduknya
dan banyak genangan air kotor sebagai habitat vektor penular yaitu nyamuk Culex
quinquefaciatus. Habitat vektor filariasis sangat bervariasi antara lain
berupa genangan air seperti rawa-rawa, yang sangat potensial untuk
berkembangbiaknya. manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan
Brugia timori. Dengan perkiraan sebanyak 90.2 juta penduduk dunia
telah terinfeksi, lebih dari 90 % berasal dari jenis filariasis bancrofti
dan kurang dari 10 % adalah jenis filariasis brugia .
Penyebaran
dan penularan penyakit ini sangat erat kaitannya dengan social ekonomi
dan perilaku yang menjadi factor utama terjadinya epidemi di masyarakat.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukan mikrofilaria dalam
peredaran darah. W. bancrofti dan B. timori hanya ditemukan
pada manusia. Di Indonesia B.malayi dapat menyerang manusia dan hewan.
Kejadian
filariasis dari hasil Riskesdas tahun 2007, menunjukkan bahwa dari 33 propinsi,
Propinsi Papua Barat persentase responden yang menyatakan pernah terkena
filariasis sebesar 0, 28%, Daerah Istimewa Aceh (D.I. Aceh) sebesar 0,25 %.
Propinsi yang tidak ada kejadian filariasis dalam kurun waktu 12 bulan terakhir
adalah Daerah Istimewa Yogjakarta (D.I.Y). Di Indonesia dilaporkan 22 propinsi
telah terinfeksi filarisis diperkirakan sebanyak 150 juta orang, dan tertinggi
ditemukan di Papua (WHO, 2001). Di daerah endemik risiko terkena filariasis
> 10 - 50% dapat terinfeksi filariasis dan 10%. Sebagian diantaranya adalah
wanita yang sering memberi dampak sosial, ekonomi serta mental secara
psikologis, sehingga tidak dapat bekerja secara optimal dan hidup selalu
tergantung pada orang . Secara statistik variabel jenis kelamin tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan probabilitas terjadinya filariasis dalam 12
bulan terakhir. Jadi tidak ada perbedaan yang nyata terhadap risiko terjadinya
filariasis dalam 12 bulan terakhir antara laki - laki dan perempuan.
Penularan
filariasis dapat terjadi pada setiap orang baik laki-laki maupun perempuan.
Demikian pula halnya dengan perbedaan kelompok umur, kelompok umur tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan probabilitas terjadinya filariasis
dalam 12 bulan terakhir. Jadi secara statistic tidak ada perbedaan yang nyata
terhadap risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir antara kelompok
umur beresiko, yaitu umur di bawah 21 tahun dan umur di atas 35 tahun dibandingkan
dengan kelompok umur tidak beresiko. Penularan terjadi pada siapa saja tidak
tergantung umur tua atau muda, tetapi terjadi kontak dengan nyamuk vektomya
atau tidak.
Pemakaian kelambu merupakan satu cara
pencegahan terhadap penyakit tular vektor termasuk filariasis, yaitu untuk
memutus rantai penularan (menghindarkan kontak antara manusia dengan nyamuk vektor).
Temyata secara statistik variable pemakaian kelambu tidak memiiiki hubungan
yang signifikan dengan probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 bulan
terakhir. Jadi secara statistik tidak ada perbedaan yang nyata terhadap risiko
terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir antara mereka yang semalam tidur
memakai kelambu dan yang memakai kelambu. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
karena cara pemakaian kelambu yang kurang benar atau kelambu yang digunakan
sudah tidak layak pakai (robek, sudah usang dan berlubang )
sehingga
nyamuk masih dapat kontak dengan manusia. Keadaan lingkungan sangat berpengaruh
terhadap transmisi filariasis. Biasanya daerah endemis B. malayi adalah
daerah hutan rawa, sepanjang sungai atau badan air yang lain dengan tanaman
air. Sedangkan daerah endemis W. brancofti tipe perkotaan (urban) adalah
daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduknya dan banyak genangan air
kotor sebagai habitat vektor penular yaitu nyamuk Culex quinquefaciatus.
· Sporadik
Sporadik
adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang
berada di suatu wilayah tertentu dengan frekuensinya yang berubah-rubah menurut
perubahan waktu. Adapun fenomena dari sporadic yaitu Virus polio.
Virus polio dapat melumpuhkan bahkan
membunuh. Virus ini menular melalui air dan kotoran manusia. Sifatnya sangat
menular dan selalu menyerang anak balita. Dua puluh tahun silam, polio melumpuhkan
1.000 anak tiap harinya di seluruh penjuru dunia. Tapi pada 1988 muncul Gerakan
Pemberantasan Polio Global. Lalu pada 2004, hanya 1.266 kasus polio yang
dilaporkan muncul di seluruh dunia. Umumnya kasus tersebut hanya terjadi di
enam Negara. Kurang dari setahun ini, anggapan dunia bebas polio sudah
berakhir.
Pada awal Maret tahun 2005, Indonesia
muncul kasus polio pertama selama satu dasa warsa. Artinya, reputasi sebagai
negeri bebas polio yang disandang selama 10 tahun pun hilang ketika seorang
anak berusia 20 bulan di Jawa Barat terjangkit
penyakit ini. (Lebih lanjut baca
"Polio: cerita dari Jawa Barat) Menurut analisa, virus tersebut
dibawa dari sebelah utara Nigeria. Sejak itu polio menyebar ke beberapa daerah
di Indonesia dan menyerang anak-anak yang tidak diimunisasi. Polio bisa
mengakibatkan kelumpuhan dan kematian. Virusnya cenderung menyebar dan menular
dengan cepat apalagi di tempat-tempat yang kebersihannya buruk.
Indonesia sekarang mewakili satu per lima dari seluruh penderita polio
secara global tahun ini. Kalau tidak dihentikan
segera, virus ini akan segera tersebar ke seluruh pelosok negeri dan bahkan ke
Negara-negara tetangga terutama daerah yang angka cakupan imunisasinya masih
rendah.
Indonesia merupakan Negara ke-16 yang dijangkiti kembali virus tersebut.
Banyak pihak khawatir tingginya kasus polio di Indonesia akan menjadikan
Indonesia menjadi pengekspor virus ke Negara-negara lain, khususnya di Asia Timur. Wabah polio yang baru saja terjadi di
Indonesia dapat dipandang sebagai sebuah krisis kesehatan dengan implikasi
global.
· Epidemi
Dalam epidemiologi, epidemi berasal dari bahasa
Yunani yaitu “epi” berarti pada dan “demos” berarti rakyat. Dengan kata lain,
epidemi adalah wabah yang terjadi secara lebih cepat daripada yang diduga.
Jumlah kasus baru penyakit di dalam suatu populasi dalam periode waktu tertentu
disebut incide rate (laju timbulnya penyakit). Fenomena epidemic yaitu HIV.
Dalam laporan
bulanan kasus kumulatif kasus HIV/AIDS yang dikeluarkan Ditjen PPM&PL,
Depkeskesos, sampai Juli 2001 tercatat 50 kasus HIV/AIDS di Kalimantan Barat
(Kalbar) yang terdiri atas 49 HIV (28 di antaranya nelayan asing yang sudah
dipulangkan ke negaranya) dan 1 AIDS dengan kematian 1. Epidemi HIV di Kalbar
selalu dikait-kaitkan dengan kehadiran nelayan Thailand.
Di salah satu
sesi pada Kongres AIDS Internasional Asia Pasifik IV 1997 di Manila, Filipina,
pembicara dari Indonesia, ketika itu alm. dr. Hadi M. Abednego, waktu itu
Dirjen PPM&PLP Depkes, diprotes oleh seorang remaja Thailand, waktu itu
berusia 17 tahun, aktivis di Population Council Thailand, karena menyebutkan
penularan HIV di Merauke, Papua (d/h. Irian Jaya) terjadi karena kehadiran
nelayan Thailand.
Soalnya,
menurut gadis itu, mobilitas penduduk Merauke juga perlu diperhitungkan.
Penduduk dari daerah lain di Indonesia juga, ‘kan, datang ke sana. Dia sangat
menyesalkan cara penyajian yang mengait-ngaitkan sebuah bangsa dengan epidemi
HIV karena tidak hanya nelayan Thailand yang mengunjungi Merauke. Penduduk dari
daerah dan negara lain pun ada yang datang Merauke. Begitu pula dengan penduduk
Merauke tentu saja mereka juga bepergian pula ke luar daerahnya.
Bertolak dari
fakta di atas tentulah cara-cara yang selalu menyalahkan pihak lain dan
menuding nelayan suatu bangsa sebagai penyebar HIV tidak etis dan hal itu pun
merupakan penyangkalan terhadap epidemi HIV yang sudah ada di depan mata dan
penyebarannya pun sudah terjadi secara horizontal antara penduduk setempat.
Bisa saja ada penduduk Kalbar yang tertular HIV di luar daerah atau di luar
negeri, atau sebaliknya ada penduduk dari daerah lain atau negara lain yang
menulari penduduk Kalbar.
Dalam masalah
HIV/AIDS seseorang berisiko tertular HIV jika (1) melakukan hubungan seks (sanggama)
baik heteroseks, homoseks, seks anal dan oral tanpa kondom dengan pasangan yang
berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, (2) melakukan hubugnan seks
(sanggama) baik heteroseks, homoseks, seks anal dan oral tanpa kondom dengan
seseorang yang berganti-ganti pasangan di dalam dan di luar nikah, (3) menerima
transfusi darah yang tidak diskrining HIV, dan (4) memakai jarum suntik dan
semprit secara bersama dengan bergantian.
Maka biar pun
prevalensi HIV/AIDS di Kalbar per 100.000 penduduk 0,02 tetapi kalau seseorang
melakukan kegiatan-kegiatan yang berisiko maka kemungkinan tertular pun tetap
ada. Probabilitas (kemungkinan) tertular HIV melalui sanggama yang tidak aman
antara pria dengan wanita yang HIV-positif berkisar antara 0,03-5,6 persen
untuk setiap kontak, tetapi karena hubungan seks sering dilakukan, apalagi
dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan orang yang suka berganti-ganti
pasangan, maka risiko tertular pun meningkat pula.
Namun, biar pun
HIV/AIDS merupakan fakta medis tetapi tidak sedikit orang, termasuk jajaran
Depkes, yang panik. Misalnya, ada pernyataan Kakanwil Depkeskesos Kalbar yang
mengatakan akan mengetes darah penduduk Kepulauan Karimata, Kabupaten Ketepang
hanya karena ada nelayan Thailand yang mampir ke pulau itu jelas tidak
rasional. Soalnya, belum tentu semua penduduk melakukan kegiatan berisiko,
seperti bayi dan orang-orang yang sudah uzur. HIV tidak menular melalui
pergaulan sosial.
Sumber:
·
Budiarto dkk. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
·
Efensi dkk. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
·
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2194406-pengertian-epidemi-endemi-dan-pandemi/#ixzz2vw9nqA4A,
diakses pada tanggal 13 maret 2014
· http://news.detik.com/read/2011/09/09/175509/1719264/10/satu-desa-di-karanganyar-klb-cacar-air,
diakses pada tanggal 12 maret 2014
No comments:
Post a Comment